Jam sudah menunjukkan pukul 9 lewat, kita pun menuju Gua Lalay. Perjalanan ke Gua menyusuri persawahan dan sungai. Juga memasuki perkampungan. Oh iya seperti yang pernah saya baca, katanya sih perkampungan ini dulunya mereka bermukim, mereka bertani. Lama-lama mereka mendekat ke pantai. Dan menurutnya Sawarna berarti Satu Warna, dimana mengacu kepada sifat masyarakatnya yang suka ikut-ikutan.... tapi gak tau juga sih benar apa tidaknya.
Perkampungannya cukup padat, jadi kita melewai jalan setapak antar rumah-rumah, karena banyak jalan-jalan kecil, kadang-kadang nyasar padahal yang bawa ojeg masih orang Sawarna.
Sampai di Pintu Goa kami istirahat dulu, kebetulan ada 1 warung disana. Kita menunggu rombongan yang baru masuk duluan untuk keluar dulu karena kami tidak bawa senter jadi bias gantian.
Oh iya, untuk masuk kita ditarik retribusi sebesar Rp. 5rb./orang.
|
Papan peringatan |
Menengok ke pintu gua, terdapat 2 akses, satu lewat pintu yang ada kali yang mengalir dan satu lagi agak tinggi. Dengan berbekal senter besar, si Bapak tukang ojeg memandu kami.
Memasuki gua melewati kali, kita harus buka sandal, karena licin. Jadi sandal-sandal kami dikumpul dekat pintu masuk.
|
Pintu masuk gua |
|
Revan duluan ya... |
Di dalam gua sangat gelap (ya iyalah... namanya juga gua hahaha), bermodalkan cahaya senter kami berjalan berlahan, dengan hati-hati melangkah karena dasarnya licin. Air nya lumaya dalam, mungkin sedengkul, kita menyusuri pinggir kali. Di pinggir kadang-kadang ditaroh karung pasir untuk diinjak. Biasanya kalau di area yang kali nya agak dalam.
Dengan berbekal cahaya senter juga kami melihat stalagtit dan stalagmite. Banyak terdapat bentuk-bentuk yang unik.
Di dalam gua banyak kelelawar bersarang, sehingga bau amoniak sangat berasa. Kelelawar dalam bahasa sunda disebut Lalay, makanya oleh penduduk setempat disebut Gua Lalay. Di satu titik si Bapak menghentikan perjalanan, karena kalau diteruskan kita melewati tanah-tanah merah dan sangat licin serta becek. Jadi kami kembali padahal mungkin trek nya sangat panjang. Silahkan buat yang suka caving menyusuri gua ini sampe ujung hehehe......
|
Jalan keluar yang atas |
Setelah selesai telusur gua, kira-kira jam 10.30 kami menuju Pantai Tanjung Layar. Kami balik lagi ke titik awal, ke arah penginapan menuju pantai Pasir Putih, sebelum pantai kami ambil jalan kiri. Kira-kira 300 meter kita akan ketemu Pantai Tanjung Layar yang menjadi icon nya Sawarna, dengan 2 batu karang yang terletak menjauh dari pantai. Suasana di pantai cukup ramai, ada yang berenang dan ada yang cuman sekadar foto-foto. Di belakang icon ini kita menemukan deretan batu karang yang seolah-olah menjadi penghalang ombak besar menuju pantai. Karena karang nya besar-besar, setelah ombak memecah meninggalkan sisa air laut berupa air terjun, seperti di Legon Pari dan Karang Taraje.
|
Pantai Tanjung Layar |
|
Icon nya Tanjung Layar |
|
3 anak tolol :D |
|
2 anak tolol... :D |
Setelah ombak memecah, sisa air akan mengalir di atas karang, kita harus hati-hati, jangan sampai berdiri di aliran ini, karena kalau diterjang ombak pastilah badan kita luka-luka. Mungkin tidak akan sampai ketarik ke laut karena kehalang karang.
|
Berasa negri di atas awan |
|
Wafefalls |
|
Nah disini nih si Tantan keterjang ombak.. |
|
The water bender |
|
The water bender |
|
Behind the scene |
Nah karena di aliran airnya bagus untuk foto, banyak juga yang mencoba berdiri di aliran air, juga Tantan mesti udah dilarang. Pas ada ombak besar dia pun kebawa air, akibatnya kakinya luka-luka dan berdarah. Buat kalian... jangan ditiru ya ...... :D.
Oh iya, di lokasi ini adalah lokasi favorit untuk melihat sunset. Jadi kami janji untuk balik lagi tar sore untuk liat sunset.
Kami pun balik, tapi sebelumnya makan siang dulu karena udah jam 12 lewat. Menu kali ini ikan bakar, cah kangkung dan kelapa muda. Kebetulan Tantan lagi puasa jadinya cuman saya ama Revan yang makan. Kelapa mudanya murah banget cuman Rp. 8rb, dan ikan bakarnya juga gak terlalu mahal (dibandingkan sama di Karang Hawu).
|
sok dimakan... |
Setelah makan kami bersih-bersih dan tidur siang..... sekalian cuci pakaian yang basah.
Sekitar jam 5.30 kami berangkat ke Tanjung Layar, palingan jalan sekitar 10 menit. Sampai di sana sudah banyak pengunjung. Tapi saying mataharinya tertutup awan, jadinya view nya kurang bagus.....Anda belum beruntung.. hahahha.
|
No sunset today... |
Malam itu kita berasa masuk angin, jadinya ada yang kerokan, pake koyo, sama minyak telon hahahha. Juga ngobatin kaki nya Tantan yang luka.... malam ini kita tidur awal karena besok Idul Adha...
Pagi-pagi kita berangkat ke masjid sekitar jam 6.15 dan sholat dimulai jam 6.30... dan kutbahnya didominasi bahasa Sunda jadi saya gak ngerti cuman Tantan dan Revan yang ngerti hahahhaa...
Pulang sholat kita mampir di warung buat sarapan, sama mie instan dan ketoprak... gak ada lontong sayur hohoho...
|
Narsis abis sholat |
|
Sarapan dulu.. |
Selesai sarapan, sebelum melanjutkan trip, kami main ke pantai yang terdekat, Pantai Pasir Putih. Mesti gak terlalu putih, pantai nya lumayan bagus, dan bersih. Karena landai, meski beromabak cukup besar tetap bias berenang dan bermain air. Karena jarak ombak memecah dan pantai yang cukup jauh. Saya sih gak main air, cuman Revan sama Tantan. Saya mah jadi tukang foto aja hahahah...
Mungkin karena lebaran, pengunjungnya tidak terlalu banyak....
|
Pantai Pasir Putih |
|
Pantai Pasir Putih |
|
Pantai Pasir Putih |
|
Dia menang.... |
|
Walking dead |
Keselematan pengunjung juga tidak lepas dari perhatian pengelola. Ada Guard Towernya yang berisi pengawas pantai.... plus lagu-lagu reggae hahaha. Jadi kalau ada pengunjung yang berenang terlalu jauh atau mendekat daerah yang tidak diperbolehkan berenang akan di priiit sama petugas.
|
Guard tower |
Setelah puas kami istirahat sejenak, nge bakso dan kelapa muda.....
Setelah beres-beres kami pun meninggalkan penginapan hamper jam 2. Dan barang bawaan kok berasa lebih berat ya.... seberat perasaan yang enggan meninggalkan Sawarna.... huhuhuhu
|
Selamat tinggal Sawarna |
|
Selamat tinggal Sawarna |
Buat referensi yang pengen ke Sawarna berikut beberapa penginapan yang sempat saya foto:
0 Response to "Exploring Banten: Sekeping Surga Itu Bernama Sawarna-Part II"
Post a Comment