The Amazing Sabang Part III


Hari ketiga 07 Mei 2016.
Saya dan Dwi hari ini main air aja aka Diving dan Snorkeling. Karena Dwi belum sertifikasi jadinya dia cuman snorkeling aja. Salah satu Dive Operator berada cuman beberapa rumah dari penginapan. Sekitar jam 8 pagi saya coba tanya-tanya ke pegawai/instruktur yang kerja di sana. Pertama-tama ngobrol ngolor ngidul, kemudian tanya harga. Terlihat di listnya harga sekali diving 21 Euro atau hamper Rp. 400.000 saya berencana cuman ambil 2x dive aja. Katanya buat diver local nanti harganya didiskon. Saya disuruh balik lagi jam 10 pagi karena boat jalan jam segitu.
Dwi menyewa alat snorkeling yang banyak di sewakan di sepanjang pantai. Seharian sewanya Rp. 40.000 berupa life vest dan mask/snorkel.
Menunggu jam 10 kami sarapan dulu di warung di penginapan dan kembali lagi sekitar jam 9.30. Jam 9.30 kami pun siap-siap, lumayan banyak divernya, jadi dibagi 2 boat. Kebetulan saya minta ke tempat yang safe aja, jadinya spot pertama ini ke Seulako Cave, di sekitar Pulau Rubiah. Di boat ada 2 instruktur, yang pertama buat 3 divers buat bule-bule Jerman, saya dan satu lagi diver ikut Instruktur satu lagi namanya Ramadan.
Menuju spot ini kita disuguhi pemandangan alam yang menakjubkan.
Di sini air nya sangat jernih, sehingga kelihatan dasarnya. Jadi kalau kita berada di atas akan kelihatan orang yang menyelam.
Setelah naik boat kira-kira 15-20 menit kita sampai ke titik penyelaman. Sebelum menyelam, seperti biasa kita di briefing dulu oleh Instruktur. Di titik ini kedalam air 12-20 meter.
Setelah back roll kita pun turun. Di dasar di dominasi oleh bebatuan, seperti yang ada di Tulamben, Bali.

Mungkin bekas letusan gunung. Ikan-ikannya besar-besar meski tidak ada yang schooling saat itu. Di bawah saya menemukan Moorai Eel yang bintik-bintik hitam dan panjang, tapi hati-hati jangan terlalu dekat karena kalau di serang bahaya, dengan giginya yang tajam akan menembus wetsuit dan mengoyak daging. Kemudian ada kura-kura besar seperti kura-kura sisik, gurita yang bersembunyi di bebatuan dan berkamuflase. Ada Lionfish. Di mendekati akhir penyelaman ditemukan Cave (goa) tapi kita tidak masuk. Tapi sayang semuanya tidak bisa diabadikan karena kamera underwater saya error. Sepertinya gak kuat di kedalaman lebih dari 15 meter (ya iyalah….. kan cuman buat 15 m, hahahha). Karena tekanan di tank saya sisa 50 Barg, sesuai aturan kitapun naik (sebelumnya safety stop dulu 3 menit kira-kira di 3 meter sbelum permukaan). Setelah naik kita pun dijemput boat untuk kembali ke Iboih dan istirahat.
Penyelaman kedua dilakuakan jam 2.00 siang. Di antara waktu itu kami istirahat dan lunch. Jam 2.00 pas kita berangkat, kali ini ke Sea Garden Spot. Masih di sekitar Rubuah tapi agak memutar/di baliknya. Spot ini airnya agak hangat, clear dan landai. Dasarnya masih di dominasi oleh bebatuan, ikannya agak sedikit di banding Seulako Cave.Kita bergerak ke kiri menyisir sisi pulau, sementara di kanan terlihat warna biru menandakan lau yang dalam. Kira-kira 40 menit kamipun selesai.
Saatnya melakukan pembayaran, ternyata di luar dugaan, saya cuman bayar Rp. 500.000 atau 250.000 sekali dive all including peralatan. Lebih murah sih dibanding tempat lain. Setelah bersih-bersih kami pun balik dan beristirahat dan makan malam jam 19.30. Menunya? Seperti ditebak, ikan lagi hehehehe.
Menu makan malam
Hari keempat, 08 Mei 2016
Hari keempat kami check-out, karena Pak Dominggus mendapatkan Hotel dengan harga yang sama dan ber AC di kota (Sabang), mungkin karena sudah banyak yang pulang. Jam 8.30 kami berangkat, tujuannya yaitu Pantai Gapang, tidak begitu jauh dari Iboih palingan 30 menit. Di sini kami pesan sarapan.
Pemandangan di pantai ini sangat indah, penginapan tertata rapih dengan pohon-pohon besar sepanjang pantai. Tidak terlalu crowded seperti di Iboih. Tamu-tamu disini umumnya bule-bule dan kegiatan utamanya yaitu menyelam. Di sini lagi-lagi free masuk dan parkir.
Suasana pagi
Kami mencoba mengambil beberapa foto. Spot foto yang paling bagus yaitu di dermaga (sebenarnya punya sebuah homestay disini). Airnya sangat jernih dan ombaknya yang tenang. Di dermaga kelihatan banyak anak-anak dan dewasa sedang memancing.
Dermaga Pantai Gapang
Salah satu sudut Pantai Gapang
Setelah puas mengambil foto-foto kami pun melanjutkan perjalanan. Tujuan selanjutnya yaitu Air Terjun Pria Laot. Dari Gapang kita memasuk memasuki jalan di tengah hutan, tentu saja dengan jalan naik turun dan berkelok-kelok. Di tengah jalan kami berhenti karena melihat banyak monyet di pinggir jalan.
Hei.. monyet lu... :p
Kami memberi sedikit kacang. Tidak terlalu jinak sih seperti yang di Bali atau Lombok. Setelah puas kami melanjutkan perjalanan. Plang penunjuk arah cukup jelas.
Di salah satu persimpangan, kami masuk jalan tanah berumput. Di sebelah kanan ada sungai kecil yang merupakan aliran sungai dari Air Terjun. Karena tidak ada parkir khusus kamipun parkir ke arah semak dipinggir jalan. Perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki. Buat yang bawa motor ada parkir khusus yang dijaga dengan membayar Rp. 2.000 saja.
Bendungan skalian buat pengolahan air
Di sepanjang aliran sungai banyak anak-anak beserta ibu-bapaknya yang mandi-mandi atau main air. Juga ada yang mencuci. Setelah ketemu parkiran selanjutnya kita menemui lagi rumah-rumah. Kita mulai memasuki hutan. Suasanya sangat sunyi, ditambah gemericik air. Sesekali kita menyeberang sungai, melewati jembatan kecil dan bebatuan.
Jalur menuju air terjun
Jalur menuju air terjun
Aliran air di sungai
Mendekati air terjun kita akan menemukan bebatuan besar yang berlumut dan licin. Jadi kita harus hati-hati agar tidak jatuh. Sepertinya sangat jarang pengunjung kesini. Setelah melewati batu besar kita disuguhi pemandangan air terjun yang sangat indah. Air terjunnya ada 2 tingkat.
Air Terjun Pria Laot
Welfie dulu.... :D
Oh iya airnya sejuk gak dingin seperti air terjun di Bogor. Dan jarak air terjun ke arah laut tidak terlalu jauh.
Saat itu tidak ada pengunjung selain kami bertiga, jadi berasa punya air terjun sendiri. Baru agak cukup lama ada tamu sekitar 5 orang saja. Semua termasuk saya cuman foto-foto gak ada yang mandi.
Setelah puas foto-foto kamipun balik. Tujuan selanjutnya adalah Danau Anak Laut.
Karena sudah tengah hari, kamipun mencari tempat untuk makan siang. Kebetulan di Danau Anak Laut ada tempat makan berupa saung-saung.
Tapi sebelum ke danau kami mampir dulu di sebuah bukit dipinggir jalan dimana di sini kita biasa melihat view Pulau Klah. Di sini ada sebuah warung yang menjual rujak dan kelapa muda. Kami pun pesan kelapa muda dan rujak. Pemandangan di sini sangat bagus sekali. Kita juga bisa melihat sebagian dari Pulau Rubiah. Juga di salah satu bukit kita bisa melihat perumahan untuk korban bencana Tsunami 2014.
Menikmati kelapa muda
Dwi bersama anak pemilik warung
Danau Anak Laut ini tidak terlalu besar, di kelilingi oleh hutan-hutan perawan yang sangat rapat. Di sini juga ada kolam pemancingan dan arena bermain anak yang simple seperti bebek-bebekan atau perahu. Menu di sini adalah ikan-ikan (bukan ciri khas Aceh) hahahah, seperti kebanyakan warung makan di Jakarta. Lebih mirip ke Sunda.
Berfoto besama elang

Menu makan siang
Setelah makan siang selanjutnya menuju kota untuk check in untuk semalam ini. Karena melewati Pelabuhan (bukan pelabuhan penyeberangan ya...) kami mampir dulu sebentar. Kami masuk ke pelabuhan yang sedang terbengkalai yang awalnya untuk perluasan pelabuhan yang sudah ada. Perlu diingat Sabang adalah daerah Free Trade Zone jauh sebelum Batam. Karena, katanya pejabat yang menangani pelabuhan ini dipenjara karena korupsi, jadilah pelabuhan nya terbengkalai. Dari sini kita bisa melihat Pulau Klah dari dekat. Karena panas banget kita tidak berlama-lama, kita keluar dan mampir sebentar di pinggir pantai dimana banyak anak-anak dan orang dewasa bersantai. Banyak di antara anak-anak ini yang loncat dari atas.
Sungguh masa kecil yang bahagia.. hahaha. Oh iya, disini jam 2 siang umumnya took-toko tutup loh, karena sudah menjadi kebiasaan dari jaman dulunya (kayak di beberapa negara di Eropa ya...). Sore mereka akan buka kembali.
Toko-toko pada tutup jam 2 sore
Salahsatu bangunan tua yang dijadikan sekolah









Setelah check-in kami melanjutkan perjalanan, kali ini mampir di Pantai Sumur Batu Satu. Tapi diperjalanan kami melihat bangunan yang menarik bercat putih ala bangunan Belanda. Ternyata adalah Museum Sabang. Museum ini baru saja di buka. Di sekeliling Museum banyak bangunan-bangunan tua ala Belanda. Salah satunya yang berada di depannya yang dijadikan sekolah SD. Mungkin patut dijadikan contoh bagaimana Sabang mempertahankan bangunan-bangunan tua dan merawatnya.
Museum Sabang
Di dalam museum di pajang replica-replica kapal-kapal yang ikut mengukir sejarah Sabang. Mulai dari Kapal Perang sampai kapal ferry yang tenggelam dan banyak memakan korban di tahun 1999 (salah satu korbannya adalah kakak temen saya di kantor).
Replika kapal
Replika Tugu 0 Kilometer
Juga ada replica Tugu 0 kilometer yang sedang dibangun, maket Pulau Weh dan pakaian adat penganten Aceh lengkap dengan pelaminan.

Oh iya, masuknya gak bayar loh, cukup mengisi buku tamu. Di salah satu sudut ada etalasi menjual cendera mata. Saya beli magnet, gelas dan gantungan kunci. Setelah puas kamipun pamitan untuk melanjutkan perjalanan.
The trip must go on.... selanjutnya Pantai Sumur Satu
Pantai Sumur Batu Tiga berdekatan dengan Pantai Sumur Batu Tiga. Kebetulan pas dating, airnya lagi surut, jadi kelihatan bebatuan dan biota laut. Ini menjadi keunikan tersendiri. Dengan air yang bersih dan berombak tenang (gak terlalu besar), cocok buat anak-anak. Pantainya tiak terlalu ramai, kurang dari 20 orang. DI pinggir pantai disuguhi live music dengan panggung kecil.
Pantai Sumur Batu Satu
Pantai Sumur Batu Satu
No name aja deh nama pantainya
Sudah puas menikmati keindahan Pantai Sumur Satu, kami melanjutkan perjalan ke Pantai Ujong Karang. Sebenarnya Pak Dominggus kurang tau dimana lokasi pantai ini. Setelah beberapa kilo dari Pantai Sumur Batu Satu, di sebelah kiri di sepertinya ada pantai, dengan tapi tidak ada pengunjung. Pantai ini banyak pohon kelapa-kelapa nya. Kami pun mencoba masuk. Pantai nya di dominasi oleh batu-batu karang, sangat indah saying tidak di kelola. Kalau di Bali pastilah dibangun café-café dengan view laut ... hahahhaa.
Pantai no name
Saya coba mengambil beberapa foto. Berjalan ke sebelah kanan ternyata keliatan batu karang yang menjorok ke laut. Saya berpikir itu pastilah Pantai Ujong Karang.

Pantai Ujong Karang di kejauhan
Kemudian kami melanjutkan perjalanan. Tidak cukup satu kilo, di sebelah kiri ada papan penunjuk arah Pantai Ujong Karang. Ternyata di sini ada homestay, penjaganya kenal dengan pak Dominggus. Kami minta ijin jalan-jalan di pantainya sekalian ambil foto (plus pinjam toiletnya hihihi).
Pantai Ujong Karang yang eksotis

Pantai nya didominasi oleh karang-karang. Di sini membuktikan bahwa zaman dulunya , ini pulau adanya di bawah laut. Karena karang-karang terbentuk di dasar laut. Sayangnya saya cuman sempat ambil beberapa foto karena batrai kamera plus cadangannya sudah isdet...
Karena sudah sore kami lanjut ke kota. Sebelum ke penginapan kami mampir dulu ke warung kopi, katanya sih di perempatan Garuda. Lumayan rame pengunjungnya di sini.
Kami pesan Kopi, teh hijau, dan kopi sanger (kopi hitam dikasih susu) plus cemilan. Selanjutnya kita mampir ke Taman Wisata Kuliner Sabang, dekatan dengan Sabang Fair. View nya bagus, dipinggir pantai pastinya. Si Dwi bungkus Sate Gurita (5 tusuk plus lontong Rp. 18.000).
Taman Wisata Kuliner Sabang
Taman Wisata Kuliner Sabang
State Gurita
Dan selanjutnya kita ke penginapan untuk istirahat. Malamnya kita makan Mie Aceh yang ada di depan penginapan (Jalan Teuku Umar).
Menu makan malam, Mie Aceh

[Sumber: udaindra.blogspot.com]

0 Response to "The Amazing Sabang Part III"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel