06 Mei 2016
Pagi pertama di Iboih, bangunnya kesiangan jadi gak sempat liat sunrise (di sini gak bisa liat sunset). Jadinya cuman jalan-jalan pagi aja. Pantai Iboih memiliki pasir putih dan air yang sangat jernih, sehingga kita mampu melihat dasarnya. Banyak ikan di sini, kita bisa melihat mereka di jetty. Memang ikan banyak ini adalah andalan Pantai Iboih sehingga banyak yang pergi snorkeling di sini.
Di jetty kita bisa melihat homestay di bukit-bukit yang serasi dengan lingkungan sekitarnya. Cuaca cerah ini sangat cocok buat…. selfie :p.
|
Sunrise |
|
Sunrise |
|
Di salah satu sudut Iboih |
|
view di dermaga |
Kita janji dengan Pak Dominggus jam 8 pagi, tapi akhirnya berangkat jam 8.30. Sarapan di warung pemilik kos (sarapan gak include harga kamar
L). Kita makan nasi lemak/uduk.
Nah tujuan pertama kita yaitu Gua Sarang. Dari Iboih, di pertigaan kita ambil kanan. Melewati perbukitan… di sini hutannya boleh di bilang hutan perawan. Sangat rapat pepohonannya. Cocok sekali dengan motto Sabang, Sabang Green!!!. Karena melewati perbukitan, otomatis sinyal hilang di sini….
Palingan 30 menit kami sudah sampai di lokasi wisata yang baru dibuka kurang dari 1 tahun ini. Parkir di pinggir jalan aja…. gratis. Cuman bayar uang masuk Rp. 5.000 (katanya ini tanah milik pribadi makanya bayar ya…. Hehehe).
Sebelum turun kita main ayunan dulu ya…. mengenang
masa kecil… hehehe
|
Main ayunan dulu.... masa kecil kurang bahagia |
|
Jalan turun yang agak landai dan sudah disemen sebagian |
Dari atas kita bisa liat view laut ke bawah, tapi bukan disitu lokasi Gua Sarang. Kita harus turun dulu. Nah jalan turunnya ada 2, kanan yang agak landai, yang sudah di kasih tangga semen, tapi di bagian bawah belum jadi kita harus turun pegangan dengan tali.
Licin masalahnya, gak kebayang kalo hujan. Jalur cepat di sebelah kiri, tapi terjal banget, kemiringannya lebih dari 75 derajat keknya. Tapi disediakan tali. Nah kita turunnya lewat kanan yang landai dan pulangnya lewat jalan pintas.
Sampai di bawah langsung pinggir laut (gak ada pantainya), pinggirannya berbatu-batu. Jadi kita menyusuri batu-batu ini sampai ke Gua Sarang.
|
Menuju gua sarang |
|
Menuju gua sarang |
|
Menuju gua sarang |
Airnya sangat jernih di sepanjang perjalanan. Melewati batu-batu ini harus hati-hati jangan sampai jatuh, karena batunya gede-gede, kalau jatuh bisa berabe tar. Jalur berbatu ini kira-kira 200 m. Pas di belokan kita akan mendapatkan pemandangan yang luar biasa. Ada 3 bukit batu agak ke laut dan di antaranya terdapat air laut yang berwarna hijau jernih sehingga kita dapat melihat dasarnya.
Untuk mendapatkan view ke Gua Sarang, sebaiknya naik bukit pertama. Karena hampir 90 derajat kemiringannya, kita harus hati-hati, jangan sampai jatuh, karena di bawah bebatuan menanti. Bukit ini seperti batu-batu besar yang ditumpuk-tumpuk. Kadang-kadang kepikiran juga kalo tiba-tiba ada yang lepas hahahaha.
|
Naik ke atas |
Dari atas kita bisa liat view Gua Sarangan, dan laut lepas. Dwi, setelah dipaksa-paksa akhirnya naik juga. Setelah foto-foto cantic dan ganteng akhirnya kami turun.
Menyusuri batu-batu lagi sedikit memutar kita bisa melihat Gua Sarang… wow wonderful…. Susah ditulis dengan kata-kata atau lewat foto, mesti liat sendiri hehehehe.
Ombak-ombak kecil menerpa batu-batu di pinggir dan melewati selat-selat kecil, dramatis banget. Tapi saying masih ada yang buang sampah sembarangan, padahal sudah alami gini….
Puas foto-foto akhirnya kita balik ke atas, di perjalanan pulang, banyak pengunjung yang berdatangan. Syukur kami tadi datang agak pagi jadi masih sepi. Nah sekarang kami lewat jalan pintas, naik bukit berpegangan sama tali, curam banget dah hahahhaa. Sesekali tergelincir karena licin. Tapi syukur akhirnya sampai di atas meski super ngos-ngosan.
|
Jalan pintas yang cukup terjal |
|
Jalan pintas yang cukup terjal |
Nah perjalanan selanjutnya yaitu Pantai Pasir Putih. Seperti biasa, gak bayar parkir atau masuk. Pantai ini berpasir putih, tapi agak kurang terawat. Saat itu tidak ada pengunjung, sayang banget padahal bagus. Ada beberapa warung di sini tapi kok gak kelihatan orangnya ya hahaha. Jadilah kami kaya orang bego
di sini. Akhirnya setelah ambil beberapa foto kami pun ngacir.
Tujuan berikutnya yaitu Gunung Api Jaboi (Jaboi Volcano). Jaboi tuh bukan nama sebenarnya tapi nama desanya yaitu Jaboi. Sampai di pos kami parkir, ada yang jaga 2 orang kirain beli karcis ternyata cuman dipersilahkan masuk hahahha. Gratis boooo…
Jalan dari gerbang ke lokasi kira-kira 100 meter.
|
Pintu gerbang yang dijaga tapi gratis |
Pas masuk kita langsung di sambut bau belerang. Oh iya cuacanya lagi panas panasnya tuh, ampir tengah hari. Di sini ada 4 kawah. Tapi kami cuman dapat 2 kawah, yaitu Kawah 1 dan 2. Sementara Kawah 3 dan 4 jauuuh. Karena terbatasnya waktu (mau Jumatan) jadilah 2 aja. Berjalan-jalan di area ini kadang-kadang kita dengar bunyi air mendidih, blup blup blup. Kek ada yang masak di bawah. Banyak pohon-pohon mati di area tengah tapi subur di pinggir-pinggirnya.
|
Di kawah 1 |
|
Hutan di sekitar volcano.. cocok buat pre-wed :p |
|
Jaboi Volcano dari atas |
Setelah puas menikmati pesona Volcano ini, kami menuju masjid terdekat karena Jumatan. Sementara Pak Dominggus dan Dwi cari kopi dan cemilan. Ah iya, Jumatannya di dominasi Bahasa Aceh.. gak ngerti hahahaha.
Setelah jumatan kita putuskan ke Air Panas Jaboi, sekalian cari makan. Eh sampi di sana ternyata kantinnya gak jual makanan besar cuman pop mie. Hadeuuuh… jadilah kita makan popmie dan kopi.
|
Kopi Aceh, one of the best coffee in the world |
|
Dibuat secara tradisional |
Meski bukan penggemar kopi saya coba kopi Aceh. Kopinya di saring (seperti nyiapin the Tarik) tradisional. Di siapkan dalam gelas kecil. Rasanya enak banget, beda banget ama kopi Belitung… apalagi Starb***k, gak ada apa-apanya. Kita coba ke kolam air panas yang airnya berasal dari Jaboi Volcano yang mengalir kira-kira 600 meter.
|
Kolam air panas |
Ternyata airnya panas banget, lebih panas di banding air panas Ciseeng atau Gunung Pancar Bogor. Pantasan gak ada yang berendam di kolam dewasa, banyak yang berendam di kolam anak-anak, ada sih beberapa di kolam dewasa cuman merendam kaki doang…. lumayan.
Di sini masuknya gak bayar, cuman ada kotak amal yang boleh diisi sukarela.
|
Cuman celup-celup kaki dan kepala :D |
Tujuan berikutnya adalah Titik 0 Kilometer Indonesia. Titik ini berada di titik terujung barat Pulau Weh. Sebelum ke sana kita mampir dulu ke penginapan karena ketinggalan batrai cadangan buat kamera. Kebetulan juga melewai Iboih. Mendekati Iboih ternyata macet, ya ampuuun ramenya, mobil-mobil pada parkir di pinggir jalan. Kita pun masuk mendekati penginapan. Eh ternyata ada yang jaga, bayar 5.000 tapi karena kita nginap di dalam akhirnya gak bayar. Setelah berbantahan sama petugas parkir akhirnya bisa parkir di dalam. Setelah ambil batrai kita makan dulu… makan beneran pakai nasi plus ikan hahahaha. Di pantai Iboih sampai ke Pulau Rubiah sepertinya sudah penuh dengan orang-orang yang snorkeling atau yang mau snorkeling, fantastis…. Gili atau Bali aja kalah…
|
Tuh ramenya |
|
Sampe macet |
Setelah makan kami menuju Kilometer 0 dan rencanaya sekalian melihat sunset. Perjalanan menuju Titik 0 melewati hutan belantara, hutan yang terjaga keasriannya, pohon-pohonnya yang rapat, dan beraspal mulus. Karena bukan jalan kota, jalanannya sempit dan beberapa titik hanya cukup untuk 1 mobil, jadi kita harus hati-hati. Jalan naik turun dan berliku… (kek hidup loe berliku-liku… eaaaa). Di sebelah kanan tebing/lembah. Gak cukup 1 jam kami sampai dititik nol, di sini kita harus bayar masuk/parkir Rp. 10.000.
Ternyata di sini sudah banyak sekali manusia hahahaha. Semua bergantian berfoto di Titik 0. Di belakang sedang ada pembangunan Tugu Titik 0, coba kalau sudah selesai pasti tambah cantik lokasi ini. Karena pengunjung yang tidak pernah berhenti akhirnya kita ambil foto aja…. maunya sih pas lagi kosong.
|
Tugu 0 km Indonesia |
Oh iya, kita bisa beli sertifikat loh, harganya Rp. 30.000, yang isinya menyatakan kita udah pernah ke Titik 0 tersebut. Jadi sertifikatnya bisa kamu laminating dan di pampangin hehehe.
|
Iniloh buktinya saya udah pernah ke sini hehehhe |
Di sini juga rame pedagang cendera mata, rujak, kelapa muda, etc. Juga tersedia musholla. Sambil menunggu sunset kami makan kelapa muda dulu sambil ambil beberapa foto. Tapi sayang sore itu berawan, dan tampaknya sunset gagal kali ini dan kami memutuskan balik aja.
|
View ke arah laut... rada-rada mirip Uluwatu di Bali |
Nah acara selanjutnya yaitu cari makan malam, kami memutuskan makan malam di Pantai Gapang. Pantai ini lebih rapih d
|
Menu makan malam |
ibanding Pantai Iboih, kebanyakan bule yang menginap disini, terutama diver. Kita memilih salah satu rumah makan di sini, menu nya Ikan Tuna Bakar dan sayur terong goreng balado. Kebetulan ikannya cuman setengah bagian tapi gede banget, jadinya masih ada sisa dikit. Lumayan murah, 1 orang cuman Rp. 35.000 bertiga Rp. 105.000 sedangkan buat bule 1 orang Rp. 50.000 kata yang jaga.
Usai makan, kami balik ke penginapan dan beristirahat.
0 Response to "The Amazing Sabang Part II"
Post a Comment