Alam Minangkabau: Kampung Nan jauh di Mato II


Mengisi liburan lebaran gak lengkap rasanya kalau tidak jalan-jalan ke Bukittinggi. Mungkin lebih dari 10 tahun saya tidak mengunjungi kota ini. Banyak sekali perubahan di kota ini. yang paling mencolok adalah..... maceeeeet.... yang menjadi masalah utama di kota ke dua terbesar di Sumatera Barat ini.

Kota yang berada di ketinggian seitar 900-940 m di atas permukaan laut ini berhawa sejuk, dikelilingi oleh perbukitan dan Gunung Marapi (Gunung Merapi) dan Gunung Singgalang.
Kota ini pernah menjadi Ibukota pemerintahan Darurat Republik Indonesia dan Provinsi Sumatera dan Sumatera Tengah (yang meliputi Sumatera Barat, Riau, dan Jambi). Dan merupakan tanah kelahiran Mohammad Hatta, Bapak Proklamator kita.

Jam Gadang
View Jam Gadang dari Pasar Atas

Keren gak... ?
Jam Gadang merupakan icon dari kota Bukittinggi. Jam ini selesai dibangun tahun 1926 (nenek gw aja lahir tahun 1927 hehehe). Merupakan hadiah Ratu Belanda kepada Rook Maker, controller (kek Gubernur kali ya....) Fort De Kock (nama Bukittinggi pada saat itu).
Jam ini di gerakkan secara mekanik, dan ini hanya ada dua di dunia, satunya lagi Big Ben di London :D.

Sebelum keliling wisata kami menyempaykan diri makan siang dengan menu ayam bakar dan ikan bakar dengan bumbu yang maknyuss...


Panorama
Di lokasi ini kita bisa melihat pemandangan Ngarai Sianok dengan latar Gunung Merapi dan Singgalang.

Cendera mata
 Juga terdapat Lobang Jepang di area ini, ini merupakan object wisata sejarah. Dengan 21 lorong di dalamnya, merupakan tempat pertahanan Jepang pada saat itu. Di dalamnya terdapat ruang aminisi, mini teater, kantin (kegunaannya pada zaman penjajahan Jepang tentunya), dll. Di ujung lorong ada yang mengarah ke Ngarai, dimana para tahanan yang mati dibuang.
Untuk masuk ke sini tidak perlu membayar lagi karena satu paket dengan Panorama, kita harus membayar Rp. 8.000 (Juli 2014)


Pintu masuk Lubang Jepang

Tangga turun yang cukup melelahkan
Ujung lorong yang mengarah ke Ngarai


Pasar Atas
Pasar atas berapa di depan Jam Gadang, buat kamu pecinta kuliner tidak salah mengelilingi pasar ini sekaligus membeli oleh-oleh khas Bukittinggi.
Banyak pilihan buat para hijaber

Oleh-oleh khas Bukittinggi

Makanan kering
Jembatan Limpapeh
Jembatan ini menghubungkan Kebun Binatang dan Benteng Fort De Kock. Untuk melewati jembatan ini kita harus membayar Rp. 10.000 (Juli 2014). Dari jembatan ini kita bisa melihat pemandangan Bukittinggi.


Di atas Jembatan



Di seberang kita akan menemukan Benteng Fort de Kock
Benteng Fort De Kock
Sayang sekali pepohonan di sekitar benteng ini sudah sangat tinggi dan tidak seperti kunjungan saya terakhir dimana dulu kita masih bisa melihat pemandangan perbukitan di sekelilingnya.

Puas liburan kami esoknya pulang ke Padang. Kami sempatkan berhenti sebentar di Lembah Anai, yang terkenal dengan Air Terjunnya.
Air Terjun Lembah Anai
Sebelum sampai ke Padang ami menyempatkan diri makan siang di Pantai Tiram, Pariaman, dimana di pantai ini terkenal dengan sajian ikan yang segar.

Sambel jengkol dan petai
Setelah makan siang kami langsung pulang ke rumah di Padang, kira-kira 40 menit perjalanan.
Setelah istirahat sehari, saya pun balik ke Bogor.... dan selanjutnya kembali ke aktivitas biasa... hufffff.
Eh jangan lupa bawa makanan terenak di dunia.... Rendang....

[Sumber: udaindra.blogspot.com]

0 Response to "Alam Minangkabau: Kampung Nan jauh di Mato II"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel